07 Oktober 2009

Menghitung solidaritas saudara setanah air

Kapan kita bisa tahu bahwa kita memiliki saudara yang mendukung kita? Paling sering jika kita sedang kesusahan. Kalo pas kita sedang susah ternyata nggak ada yang peduli sama kita, jangan-jangan saat saudara kita yang lain susah pun kita juga tidak peduli. Semacam karma lah...

Pada kasus bencana Indonesia, kepedulian terbangun dengan informasi yang intens. Secara kasar, bagi media terbukti bad news is a good news. Boleh lah dilihat dalam hal pemberitaan gempa Padang. Ada dua stasiun televisi yang mendominasi. Pertama adalah TVOne yang notabene pemimpin redaksi beritanya adalah Karni Ilyas yg notabene orang Padang juga dan MetroTV yang sejak awal memang sudah memantapkan peran menjadi news TV di Indonesia. Secara kuantitatif tayangan kedua stasiun ini tentang gempa sangat intensif, mulai dari liputan, diskusi, dll. Yang jadi narasumber pun mulai dari masyarakat biasa, ahli, hingga politikus.

Hasilnya? Tayangan di running text TVOne menulis terkumpul 18 Milyar lebih. Kalau mau lebih heboh nih saya tulis pake angka semua 18.000.000.000 sementara MetroTV "cuma" sekitar 8 milyar. Itu pun digabung sama media lain milik Media Grup seperti koran Media Indonesia.

Itu dari media TV, belum terhitung dari media koran dan majalah, LSM besar dan kecil, mahasiswa yang ngumpulin recehan di peremoatan jalan dan lain-lain. Estimasinya mungkin bisa lebih dari dana tanggap darurat pemerintah yang 100 milyar itu...

Stasiun lain yang memberitakan "yang penting-penting saja" dalam bencana ini kedengarannya "kurang berbunyi" dalam menyebutkan hasil pengumpulan dana bencananya.

Kenapa demikian? Ada beberapa jawaban yang bisa diajukan ke depan.
Pertama, pemberitaan yang intens akan semakin menarik simpati orang lain untuk mau mengulurkan tangan, apalgi bila dikemas dengan cantik, tidak hanya sekedar mengumbar air mata korban bencana. Kedua, pemberitaan yang intens juga akan semakin memudahkan orang untuk mengingat kepada siapa sumbangan akan disalurkan. Ketiga,pemberitaan menunjukkan bahwa yang bersangkutan betul-betul telah bekerja dan nyampe disana. Pengalaman saya sendiri saat menggalang dana untuk Palestina sungguh sulit menangguk dana diawal-awal agresi karena tim MER-C sendiri belum masuk ke Gaza dan mengirim foto apa-apa. Tapi, begitu tim berhasil masuk dan mengirim foto-foto otentik dari Gaza, tim sosialisasi sampai kewalahan menerima permintaan jadi pembicara.

Kembali ke persoalan solidaritas tadi.
Tentu sangat naif jika kita hanya menghitung simpati kita dari rupiah yang kita keluarkan. Tapi kalo sama sekali tidak ada rupiah yang keluar, susah juga mau dikatakan bersimpati. Judulnya kan menghitung jadi kita bisa menghitung usaha kita untuk membantu saudara-saudara kita yang kesusahan di seberang sana. Entah dengan duit kontan, tenaga yang kita punya, waktu yang kita sisihkan dari jam kerja dan kumpul keluarga kita, ato mungkin hanya sekedar doa yang mustajab. InsyaAllah itu semua akan dicatat dan dijadikan timbangan amalan kita kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar