01 Oktober 2009

bencana (lagi)

Belum selesai kita menghadapi gempa Jawa Barat, kini Ranah Minang digoyang juga. Seharusnya dengan kepahaman kita akan posisi yang berada di atas cincin pegunungan api, menjadikan kita siap serta tidak terkaget-kaget lagi apabila gempa hadir kembali.

Yang membuat miris saat menyaksikan tayangan (yang katanya) LIVE di media televisi, bukan saja banyaknya rumah, gedung, dan fasilitas umum yang rusak, tapi jauh daripada itu semua, adalah kondisi warga yang kebetulan tertangkap kamera hanya menonton atau menemani sang wartawan yang sedang melaporkan berita terkini dengan tergagap-gagap. Numpang mejeng? Ah tentu boleh saja. Tapi kan sekarang kondisi bencana. Memangnya mereka tidak memiliki keluarga untuk diselamatkan atau tetangga yang membutuhkan bantuan?

Salah satu jargon yang melekat pada fase awal bencana adalah Yo-Yo 24H, yang artinya you on your own for 24 hours! Kasarnya, jangan ngarepin bantuan datang deh sampai besok. mending apa yang bisa kita kerjakan dikerjakan dahulu. Konsep ini melahirkan kemandirian korban bencana dalam mengatasi kondisi yang ada sesuai kemampuan mereka. Konsep ini juga melahirkan konsep berikut dalam siklus bencana yaitu disaster preparedness (kesiapansiagaan) dan mitigation (pelunakan). Untuk bisa survive dalam 24 jam, masyarakat yang menjadi korban harus sudah disiapkan dulu. Dan untuk mengurangi jatuhnya korban lebih banyak, masyarakat perlu tahu upaya-upaya untuk menghindari bertambahnya kematian.

Jika ini berjalan, seharusnya tidak ada lagi rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang lumpuh, administrasi pemerintahan tetap berjalan, dan seterusnya dan seterusnya. Tentunya dengan tingkatan yang berbeda dari kondisi normal. Keadaan darurat sewajarnya diartikan untuk melipatduakan potensi dan usaha yang dimiliki bukan menurunkan dan mematikan aktivitas yang sudah rutin bergulir.

Sangat manusiawi jika para pelayan publik itu berusaha menyelamatkan dan mendahulukan kepentingan pribadi dan keluarganya dalam siatuasi genting. Namun sekali lagi, hal ini tidak boleh berkepanjangan dan menjadikan mereka malfungsi yang menyebabkan pelayanan publik lumpuh. Puskesmas dan RS boleh saja tutup, kantor pemerintahan boleh sepi dari karyawan, toko, pom bensin masih tutup saat gempa. Namun sesegara mungkin ketika kondisi aman tercapai, aktivitas menanggulangi akibat gempa sudah bisa dimulai.

Jadi, jangan sampai ada lagi isu klenik yang menyangkutpautkan kejadian bencana dengan terpilih dan akan dilantiknya seseorang di antara kita menjadi presiden RI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar