16 November 2009

jakarta kebanjiran


sungguh akhir pekan kelabu.

rasanya kalo ditulis jakarta kebanjiran bukan hal yg aneh. sudah ratusan kali koran menurunkan berita setiap tahun, toh banjir makin kerap menyambangi jakarta.

Tapi kali ini yang bikin kelabu dan amarah seluruh pekerja urban adalah simbiose antara waktu turun hujan dan orang pulang kantor di Jumat sore. Bisa ditebak, yang ada hanyalah kemacetan dimana-mana.

Seperti janjian, seluruh kawasan bisnis jakarta digenangi oleh air setinggi lutut, bahkan lebih. Dan mobil dan motor yang memenuhi jalan sudah berubah menjadi perahu pengangkut manusia. Kondisi terparah saat jam 6 sore, karena mereka yang pulang sudah bosan menanti hujan reda sejak jam 4 saat bubaran kantor.

Kalo saja antrian tidak panjang banget, kalo saja motorku tidak mogok karena ketelan air got, kalo saja kamera digital yang kubawa sudah kupasangi casing waterproof, dan ribuan kalo-kalo yang lain mungkin aku bisa mengabadikan momen itu untuk kuceritakan nanti ke anak cucu betapa jakarta sudah mulai lelah menanggung hidup jutaan warganya.

Tapi pikiranku terfokus pada motor biru kesayanganku yang mati terendam banjir. Sepele sih, dengan sedikit ketelatenan membongkar busi dan menguras bensin di karburator, biasanya dia siap untuk menunaikan tugasnya lagi. Yg bikin senewen adalah saat itu sudah pukul 10 malam, padahal aku pulang dari kantor MER-C jam 9. Perjalanan panjang mengingat untuk durasi segitu biasanya aku sudah sampai rumah di Lenteng Agung yang berjarak 35 km. Lha ini baru nyampe matraman yang cuma 2 kiloan dari Kramat Lontar.

Senewen karena istriku ditegur oleh orangtuaku karena sampai malam belum sampai rumah. Maklum juga, mereka akan berangkat ke tanah suci keesokan harinya. Jadi kepinginnya saat itu seluruh anggota keluarga ngumpul dirumahnya. Ayahku malah bilang,"Ngapain sih si Arief hari gini masih di MER-C?" Nasib,..
Yang heboh jawaban istriku,"Ya mungkin karena Mas (panggilan istri ke aku) udah sering pergi kali, Yah..makanya nggak ngerasa tegang mau ditinggal.." Gubrak,..

Balik ke fenomena banjir Jakarta, sekedar menggambarkan betapa parahnya kondisi malam itu. Salah seorang teman sudah bersiap pulang jam 7 malam ketika teman lain datang untuk menjemput istrinya di kantor itu."Nanti aja, macet banget di Salemba," katanya mengingatkan. kamipun menunggu. Sampai jam 8, rupanya sang teman tadi sudah tidak sabar menunggu lagi. Jadilah ia bergegas keluar mencari kendaraan umum untuk pulang.
Dan seperti kuceritakan di awal, aku baru beranjak saat jam menunjukkan pukul 9. Ditengah asyik menggenjot sepeda motorku itulah kulihat sang teman tadi berjalan kaki disebelahku. Dia tidak menyadari karena banyaknya orang yang juga senasib, entah menunggu kendaraan umum, entah menunggu jemputan atau sama-sama mogok.

Dan ya itu tadi, untuk menempuh jarak Kramat - Matraman yang wajarnya hanya memakan 15 menit menggunakan angkot, saat itu membutuhkan 2 jam!!

Entah siapa yang salah, warganya kah yang sudah kelewatan mengeksploitasi alam atau memang alam itu sendiri yang sudah semakin tua. Tapi yang jelas, aku tidak menyesal tidak memilih dia yang ngakunya ahli sebagai gubernur jakarta karena permasalahan banjir yang rutin dialami belum sekalipun ditangani oleh ahlinya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar